::::::::Catatan Kaki: 2010::::::::

Catatan Kaki



Secarik catatan kaki yang aku tuliskan akan membawa kembali merenungi hari-hari yang sempat dilalui dengan berbagai macam perasaan

PANDANGAN SENIMAN TENTANG ASAL MUASAL MANUSIA

Kita menyakini sebenarnya Bapa Adam dan Ibu Hawa itu bukan penduduk asli planet bumi ini. Mereka berdua adalah imigran, pendatang dari sorga. Melihat proses kepindahan mereka dari sorga, sebagaimana tercatat dalam lembaran kitab suci, boleh jadi mereka tidak diberi tahu, bahwa sejak awal mereka memang dipersiapkan untuk tinggal-sementara-di planet kecil ini.

Karena itu ~wallahu a’lam~ tidak sebagaimana penduduk sorga yang lain, Bapa Adam dan Ibu Hawa diciptakan dari bahan campuran yang sebagaian besar dari unsur bumi: tanah; dan sebagian yang lain dari unsur sorga: nur. Atau dengan ungkapan lain: mereka diciptakan dari tanah yang kemudian ditiupkan padanya ruh.

Bumi ini sendiri konon pernah dihuni oleh makhluk Allah yang diciptakan dari api (setan) dan asap (jin). Lalu mereka membuat kerusakan di muka bumi. Boleh jadi diantara kerusakan yang mereka perbuat adalah pencemaran terhadap tanah. Atau sebenarnya tanah yang menjadi bahan utama Bapa Adam dan Ibu Hawa itu sendiri aslinya memang sudah mempunyai kandungan api dan asap yang kemudian mewujud dalam apa yang sering disebut nafsu dan amarah. Wallahu a’lam.

Yang dari tanah ada yang kasat mata, yaitu jasad; ada yang tidak; yaitu nafsu dan amarah. Sementara yang dari nur atau ruh, tidak kasat mata. Kelak ketika mereka berdua menetap di bumi dan beranak-pinak, keturunan mereka pun masih memiliki “DNA” dengan unsur-unsur tersebut. Keturunan mereka yang disebut manusia, memiliki jasad yang kasat mata dan ruh, nafsu, serta amarah yang tak terlihat. Mereka memilih dalam diri mereka, kecuali kalbu atau hati nurani yang bersifat sorgawi. Disamping otak yang bisa diindra, mereka memiliki jiwa atau akal budi yang tak terindra.

Semua yang berasal dari tanah seperti jasad, nafsu, dan amarah, dimiliki juga oleh umumnya hewan. Hanya saja hewan tidak memiliki unsur nurani. Ini yang membedakan. Oleh karena itu, manusia yang tidak menyadari atau mengabaikan nuraninya, sering disebut tidak manusiawi alias hewani.

Boleh jadi karena dominasi unsur tanah yang dari bumi itulah yang membuat manusia menyukai bumi, sering kali bahkan berlebih-lebihan. Berbeda dengan nenek-moyangnya, Bapa Adam dan Ibu Hawa yang asli kelahiran sorga, umumnya manusia cenderung menganggap bumi atau secara maknawi juga disebut dunia ini sebagai tempat tinggal, menetap. Maklum Bapa Adam dan Ibu Hawa sedikit banyak sudah merasakan nikmatnya tinggal di sorga, sehingga bumi atau dunia ini bagi mereka hanyalah merupakan tempat transit sebelum kembali ke tempat tinggal asalnya. Bahkan mungkin mereka berdua tidak merasa nyaman di tempat transit ini, lantaran kerinduan dan ketidak sabaran mereka untuk kembali ke ‘kampung halaman’ mereka.

Nada Harmoni Pertamaku.....

Saat malam gelap sekitar tengah malam, kubiarkan lampu kamar kosku padam. Hanya aku buka kelambu sehingga cahaya rembulanlah yang masuk menyorot diriku yang berada dikamar. Ditemani gitar usang aku memetik dawai-dawai tak karuan, sambil membanyangkan mbak “itu”. Tak kusangka2 entah siapa ada apa gerangan terbentuklah bait-bait dan nanda harmoni kumaintan dg guitar..... sekirannya baitnya seperti ini dengan nada dasar C......

Intro : C, Am, Em, F 

Oh siapakah gerangan
Gadis berkedurung hitam
Yang sendari tadi memandang

                Wajahmu oh yang berelok
                Membuat mataku berbelok
                Menikmati indah maha karya Tuhan

Izinkan aku, Untuk mengenalmu
Walau kita tak saling bertemu
Izinkan aku, tuk ketemu kamu
Walau hanya, lewat mimpiku

                Siapakah kamu
                Siapa namamu
                Dimanakah tempat tinggalmu

Itulah kali pertama lagu yang aku buat... ndak niat buat, ndak niat main guitar tapi kubebaskan perasaan mengalir dalam hatiku kurasakan setiap emosi yang muncul kedalam hati dan tanpa kusadari jari-jemari mulai harmoni dan serasi dengan ucapan dari hati.... ^_^

Hatiku Pecah Lagi

Hatiku pecah lagi
Dosaku melimpahi
Setiap urat nadi

Hatiku pecah lagi
Janji pada Allah  tidak terlunasi
Kantung amalku ringan tidak terpenuhi

Hatiku pecah lagi
Sesak dunia fana ini
Aku ditengahnya terhimpit diri


Hatiku pecah lagi
Tangis rindu padaMu ya Rabbi
Makin jauh atau mampirkah diri ini

Hatiku pecah lagi
Jiwa selimut ghaflah duniawi
Parah menjerit sendiri

Hatiku pecah lagi
CintaMu ingin kudakapi
Retorikkah atau hanya ilusi


Hatiku pecah lagi
Jalan menemuiMu
Seringku tangguhi

Hatiku pecah lagi
Ya Allah
Tidak ingin aku selain dariMu
Hanya Redha CintaMu puncak harapanku
Hanya mengingatiMu ingin kujejaki..

Hanya RahmahMu ingin kujelajahi
Ingin lari dari selainMu
Ingin uzlah dari mimpiku
Ingin tajrid ghaflah duniaku


Agar
Hatiku tidak pecah lagi
Agar
Hatiku selesa memugar rahasia

Pekat malam hari

Kali Pertama Menziarahi Pasar Maling

Pengalaman pertama berkunjung ke tempat rakyat, “Pasar Maling” atau lebih kerennya disingkat sarling. Awalnya saya dan dua teman saya berniat jalan-jalan untuk melihat-lihat harga Hp di salah satu Mall di kawasan Surabaya, ya Alhamdulillah kami bertiga dapat beasiswa yang jumlahnya tidak cukup banyak tapi bisalah buat beli Hp baru hehehe. Kami berangkat menuju mall tersebut dan sekitaran jam setengah sembilan malam kami sampai. Salah satu temenku berniat ingin membeli Hp dengan OS Android. Setelah sekitar satu jam berkeliling namun belum menemukan harga yang cocok akhirnya kami memutuskan untuk ndak jadi beli dan ngopi disalah satu daerah di dekat sarling.

Alhasil disana kami tidak jadi ngopi karena banyak pedagang yang menawarkan Hp dengan harga yang luar biasa fantastis, murah bin meriah. Yang normalnya harganya bisa mencapai 7-9 juta disana dijual dengan harga 600 ribu lengkap dengan diskbook. Sempat terkaget-kaget dan kehilangan kemampuan berbicara setelah tahu harganya sekian. Dan akhirnya saya pencet-pencet Hp tersebut memastikan apakah Hp itu masih berfungsi dengan baik atau ndak, dan memang Hpnya dalam kondisi prima. Karena harganya yang sangat tidak wajar, hati ini bingung untuk beli, wes ndak jadi wes akhirnya... ( itulah manusia, repot kemahalan ngak beli, dikasih sangat murah was-was dan akhirnya ndak jadi beli juga ).

Akhirnya kembali ketujuan awal, yakni ngopi hehehe. Dan menujulah kami ke mer, sebuah kawasan didekat kampus STIKOM Surabaya, tempatnya lesehan nyaman, lampunya remang-remang dan yang pasti ndak banyak nyamuk (karena biasanya Surabaya adalah tempat mangkal batalion infantri nyamuk untuk cari asupan nutrisi). Dan tak terasa kami ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon sampai jam setengah satu tengah malam, hihihi ( bukan suara hantu, Cuma karena yang dibicarakan menimbulkan tawa hihihihi). 

Ya itulah pengalaman pertama saya berkunjung menziarahi tempat rakyat, disela-sela bangunan mall-mall megah yang menyisakan sebuah masalah dalam pertumbuhan ekonomi ( bukan pemerataan Ekonomi ) bangsa ini, Bangsa Indonesia.....

Kembali ke Kampung Halaman

Setelah kurang lebih 3,5 bulan saya ndak pulang mengunjungi rumah, padahal hanya butuh waktu 1,5 jam perjalanan akhirnya saya pulang juga. Banyak sekali yang berubah ternyata hanya dalam tempo itu. Sedikit asing namun keramahan akan desa tetap hangat menyapa di setiap burai kata-kata para tetangga. Halaman, buah mangga di depan, ketawa bocah-bocah kecil bermain gundu, membawa memori masa-masa kecilku kembali menyusuri jalanan, sudut gang sawah di samping rumah.

Hal indah yang saya sangat bersyukur pada Tuhan karena terlahir sebagai anak desa adalah anak yang masih bisa menikmati indahnya alam maha karya Tuhan yang tak akan mampu tertandingi oleh rancangan arsitek manapun juga.

Dan diwaktu yang singkat itu pula sebelum saya kembali untuk menjalani rutinitas di luar kota, saya disempatkan oleh Tuhan melihat indahnya makhluk ciptaan-Nya. Mbak “Itu” yang sampai sekarang saya masih mengendap-endap, mencuri-curi pandang, menahan keinginan karena kuatnya kegengsian untuk terus terang bilang, “Mbak maaf saya lupa nama anda, Bolehkah saya minta nomer Hp mbak, atau add Facebooknya mbak lah, biar lebih gampang komunikasinya...!!!!”.

Akhirnya karena kekerdilan nyali saya, Saya hanya membuntuti dia perlahan-lahan yang sedang menaiki sepeda “ontel” terus sampai didepan rumahnya. Oh disitu ternyata rumahnya, rumah sederhana asri nan nyaman. Di hati saya ya lumayan lah, meski masih belum dapat nomer Hp, paling ndak tahu lah kemana jika misal saya hendak menemuinya, hehehe.

Memang, waktu sesingkat apapun di kampung halaman adalah saat-saat yang amat sangat membahagiakan. Entah hanya sekedar melihat pohon mangga dihalaman, menghirup udara desa yang menyegarkan, memandang bocah-bocah berlarian, membuntuti Mbak “itu” dari belakang, dan yang paling nyaman adalah bersama keluarga, tertawa, makan, nonton TV, cerita, melepas semua kerinduan.....


Trowulan

Obat Dosa

Allah menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepadaNya, serta "Allah mencintai orang-orang bertobat dan orang-orang yang bersih" inilah resep tobat yang bernama "PIL PAHIT" perhatikan resep ini jika kamu kerjakan, maka kamu akan mendapat penyembuhan dari Allah. Ambilah akar-akar kemelaratanmu dengan jiwa kesabaran, lalu campurkan dengan bubuk pikiran dan campurkan juga (kadarnya sama) dengan rendah hati dan keikhlasan, kemudian ditumbuk semua dalam lumbung taubat dan dibasahi dengan air mata penyesalan, lalu di tempatkan dalam tempat rendah diri kepada Allah dan dimasak dengan api tawakal kepadaNya. setelah itu aduk dengan sendok istigfar sehingga tampak taufik dan kehormatan diri,kemudian dipindahkan kemangkuk cinta dan dinginkan dengan udara kasih sayang, sesudah disaringkan dengan saringan kesusahan dan ditambah dengan hakikat iman serta campurkan dengan takut kepada Allah. minumlah obat ini selama hidupmu dan hatimu akan sembuh dari segala keluhan dan akan hilang rasa penyakit dosa.

http://www.facebook.com/topic.php?uid=94438400765&topic=15357#!/topic.php?uid=94438400765&topic=15355

Anyel karo awakku dewe

Opo sakjane, ono wong kang pancen diciptakne dadi wong kang ala? Koyoto firaun kang diciptakne dadi wong kang ala dumadi musuh e Nabi Musa. Umpamane ora ana wong koyo Firaun, terus opo kang dadi tugas e Nabi Musa?
Setan makhluk e Gusti Allah, sing mbangkang ora gelem nurut i dawuh,  sujud marang Nabi Adam, yen setan kala kuwi gelem nurut i dawuh e Gusti Allah sujud marang Nabi Adam, terus musuh e wong ning ndonyo iki sopo?

Kula nyuwun ngapunten sakderenge marang Gusti Allah amergi pikiran-pikiran niki tersirat ning awang-awang. Anyel banget karo awakku dewe iki, nyapo kok dadi wong apik kuwi angel tenan?


Mugi-mugi sedoyo saget ngelampahi panguripan niki persis koyo dawuhipun Gusti Allah marang kitab suci Al’Quran lan biso nindakake koyo tuladhane Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Mugi-mugi kita sedoyo terus pikantuk rahmatipun Gusti Allah lan Syafaatipun Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Markembloh pidato "BUKAN GLOBALlSASI, TAPI NEO-SENTRALISASI" Markesot jadi MC

Markembloh didaulat oleh para warga KPMb (Konsorsium Para Mbambung) untuk pidato tentang globalisasi. Markesot bertindak sebagai protokol alias MC, juga moderator kalau nanti terjadi perdebatan.
"Saudara-saudara sekalian. Globalisasi. Apakah globalisasi? Tahukah saudara-saudara apa gerangan globalisasi?"
"Wah, pakai gaya Al-Quran...," seletuk Markedet, "Al-qari'atu mal Qari’ah wa maa adroka mal qori’ah…"
"Mengertikah saudara-saudara apa itu globalisasi?"  Kata Markembloh lagi.
"Tidaaaaak!" jawab anak-anak KPMb serentak
"Jadi untuk apa saya berbicara kepada orang-orang yang tidak mengerti?"
"Mengertiiiii!" jawab mereka lagi.
"Jadi tidak perlulah saya menjelaskan sesuatu kepada orang yang toh sudah mengerti."
"Gendheng "
"Gendheng tapi lak jujur! Gendheng tapi lak gak tahu mbujuki! Gak tahu korupsi! Gak tahu ngramrok! Gak tahu nggusur!..."
Palu diketokkan ke meja keras-keras oleh Markesot. "Gendheng.   Jangan gendheng. Gendheng tak ada gunanya. Gendeng boleh saja, asal ada perlunya."
"Lho itu 'kan lagu Begadang!" teriak anak-anak.
Markesot memukulkan palu lagi. "Markembloh boleh saja gendheng, asal tidak merugikan forum dan tetap disesuaikan dengan era globalisasi. Ayo cepat mulai lagi pidatonya!"
Markembloh mulai lagi.
"Globalisasi, Saudara-saudara!" katanya, "adalah mengumpulkan lombok, brambang, bawang, garam, dan terasi, jadi satu di cowek atau layah, kemudian diuleg sampai campur dan merata semua. Atau, globalisasi adalah menuangkan air panas, gula, kopi campur keringat sedikit, lantas diaduk sampai larut satu sama lain."
"Oooooo...!" anak-anak koor.
"Globalisasi adalah dibukanya pintu-pintu dunia sehingga bulatan kehidupan di muka bumi ini campur menjadi satu. Globalisasi ialah dirobohkannya sekat-sekat yang semula memisahkan suatu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya. Globalisasi adalah berperannya sarana-sarana informasi dan komunikasi sehingga semua manusia di dunia saling bersentuhan, bergaul, mempengaruhi satu sama lain. Take and give. Mengambil dan memberikan. Menerima dan menyodorkan."
"Oooooo...!" koor anak-anak lagi.
"Yang satu take, lainnya tinggal give!"
"Lho, lho, lho, lho...," anak-anak terperangah.
"Yang satu memberikan, lainnya tinggal menerima. Yang satu mempengaruhi, lainnya dipengaruhi. Adil, bukan?"
"Adil dengkulmu mlicet!"
"Sama dengan antara hak dan kewajiban yang dibagi rata. Sekelompok masyarakat memperoleh hak kelompok lainnya mendapatkan kewajiban."
"Lho, lho, lho, lho...."
"Nilai-nilai dari negara kuat, modal kuat, ekonomi kuat, militer kuat, disodorkan kepada yang lemah. Barat mempengaruhi Timur. Utara menentukan Selatan. Atas mengatur Bawah. Pusat menggiring Pinggiran. Film-film Hollywood diputar di TV Surabaya, tapi ludruk dan jaran kepang tak perlu dipertunjukkan di Los Angeles.
"Supermarket, Mc. Donald, Kentucky, Honda, Bellini, dibyuk-kan ke kampung-kampung kita, tapi supaya adil warung pecel, clurit, jajan rondho kemul, bolcino, gledekan, cikar, gludug meduro, tak usah dipopulerkan di Kyoto dan Stockholm.
"Pokoknya yang satu saja yang memberi, lainnya tinggal menerima. Filsafat, ideologi, pola strategi dan arah tujuan pembangunan kita juga harus meniru negara-negara Utara; jangan mereka yang disuruh meniru kita. Pokoknya globalisasi itu edisi berikut dari westernisasi, baju baru dari hegemoni kekuatankekuatan Utara, restorika baru dari keadikuasaan yang menimpa kita semua.
"Mau tidak mau kita harus diperkosa. Lha daripada dan merasa tersiksa,'kanmending menikmati pemerkosaan. Dengan kata lain, Saudara-saudara, yang kita lakukan sekarang ini sesungguhnya bukan globalisasi, melainkan neo-sentralisasi..."

Jeritan Sebutir Debu

Diriku adalah debu, kotoran yang tidak dipandang. Pergi ketempat satu ke tempat lain, tergantung angin membawaku kemana. Kuserahkan angin membawaku pergi, aku hanya bisa menutup mata. Namun angin tak sebaik yang aku kira dia membantingku, melemparku,

menjatuhkanku. Angin hanya menyakitiku namun entah mengapa aku tetap mau saja dipermainkan dikemudikan olehnya. Aku selalu takut untuk melawan berat terpaannya. Padahal banyak debu2 lainnya yang berhasil menahan terpaan dan menceritakan rasa sakit menahan terpaan angin tak sesakit akibat bantingan angin jika kita menurutinya. Aku selalu gagal, gagal beristiqomah

(Jenar Effendi)

Puisi Rindu

akan ke manakah angin melayang
tatkala turun senja nan muram
pada siapa lagu kuangankan
kelam dalam kabut rindu tertahan
datanglah engkau berbaring di sisiku
turun dan berbisik tepat di sampingku
belenggulah seluruh tubuh dan sukmaku
kuingin menjerit dalam pelukanmu
akan kemanakah berarak awan
bagi siapa mata kupejamkan
pecah bulan dalam ombak lautan
dahan-dahan di hati berguguran

(Emha Ainun Nadjib)

Pertanyaan Cinta

Sedikit memberi definisi Cinta, yang sebenarnya tak ada kata, frasa, kalimat, bait, paragraf yang mampu memaknainya.....
Plato bertanya akan cinta dan kehidupan … Suatu hari, Plato bertanya pada gurunya, “Apa itu cinta? Bagaimana saya menemukannya? Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian
ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling
menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta” . Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?” Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa
satu saja,dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik)”. Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwa ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil
sebatangpun pada akhirnya” Gurunya kemudian menjawab ” Jadi ya itulah cinta

Aku memohon kepada Tuhan semesta penguasa hati setiap Manusia

Aku memohon kepada Tuhan semesta penguasa hati setiap Manusia, Sang Maha Cinta dengan rahmatnya, Sang Maha Pemurah dengan Ampunannya, Sang Maha Iba melihat hambanya tak berdaya dianiyaya.

Aku telah lama hidup dalam dunia, menyelam kedalam hina, terluka karena duri-duri derita. Tuhan demi namamu Sang Maha Iba, lepaskan aku dari semua luka, Tuhan demi hati kecil yang telah hitam karena dosa, lepaskan tali yang terus menungganginya. Tuhan berilah aku Cinta yang mampu kembali menjadikan hatiku seperti cahaya,

Tuhan buatkanlah lentera yang tak pernah padam menerangi jalannya darah menuju kedepan, tak salah alir berbelok memberi makan sumber dorongan berbuat haram. Tuhanku kepada siapa lagi aku meminta cinta jika tidak kepadaMu Sang Maha Cinta, Tuhanku kepada siapa lagi aku mengadu saat diriku dibelenggu nafsu. Tuhanku tariklah aku kedalam pelukan rahmatMu. Tuhanku berilah aku senjata melawan keburukan dalam diriku.

Sebuah Cerita Lucu Berbahasa Jawa

Ini sedikit cerita lucu yang berasal dari teman saya. Entah kenapa tiba-tiba dia mengirimku sebuah cerita lucu, namun cerita ini menggunakan bahasa jawa, jadi buat teman-teman yang tidak memahami khaidah bahasa jawa mungkin kurang begitu tanggap. Ceritanya seperti ini :

CERPEN JOWO
Ono wong ndeso mlebu kutho, jenenge Pak Joko. Teko khuto Pak Joko bingung weruh bangunan gedhe-gedhe...
Pas ning ngarep BANK, Pak Joko moco tulisan OPEN... Pak Joko mikir, OPEN kok gedhe banget???? Terus rotine sepiro???? Ono BULE arep mlebu BANK kuwi, Pak Joko mbengok.....
"Mas ojo mlebu iku Open!!!!", Bule tetep mlebu.
Ora suwe ono wong NEGRO metu, Pak Joko ngomong, "Lha dala.... Dikandani ojo mlebu OPEN kok ngengkel wae..., gosong tho awakmu...!!!"

Seruling Malam


Seruling malam berbunyi ditiup semilir angin malam.
Gerakan jari tidak pelan perlahan membunyikan dawai gitar hitam.
Gemuruh naik turun gelombang membawa khayalan jauh nan terbang.
Bunyi-bunyian saling berebutan, memecah keheningan namun
Terdengan merdu dan sangat beraturan.

Meskipun tidur diatas jembatan, namun tatapan
Terasa ada diatas kerajaan. Semakin kau tiupkan
Seruling malam, semakin kau mainkan nada ketinggian
Semakin aku tinggi bersama rembulan.
Rasakanlah Jiwamu Telah Terbang........

Memilih Lorong

Disaat saya memegang pena ini, saya masih berada dalam percabangan jalan yang harus kupilih dengan bijak. Semua jalan memiliki tujuan dan berakhir terang. Disaat kebingungan untuk memilih mana yang harus kudapaki, akhirnya saya terduduk lunglai memandangi setiap ujung jalan. Mas Detri memilih jalan kiri, mas Afif memilih jalan kanan, dan mas Ubaid memilih jalan tengah. Dan aku telah mendengar semua cerita di ujung jalan yang mereka pilih masing-masing. Cuma dari mas Detri yang belum saya dengar langsung dari mulut beliau, tetapi saya sudah bisa membanyangkan keadaan dan kondisi di ujung sana.

Disaat saya tetep terduduk lunglai, berbondong-bondong manusia menyalipku dan memasuki setiap lorong-lorong jalan yang mereka pilih. Dan saya masih belum bisa memilih yang mana. Karena jika saya memutuskan untuk masuk salah satu, saya harus terus berjalan sampai akhir tujuan. Tidak ada jalan balik. Dan setiap jalan ini memiliki ujung yang baik, tapi mana jalan ini yang cocok untuk saya.

Gejolak ini selalu bergelora mengombang-ambingkan bahtera hati, belum ketika sebuah badai tiba-tiba muncul dan menerpa layar bahtera ini, seperti mau hancur singgasana yang telah dibangun dengan susah payah. Saat ini saatnya untuk berlayar, saat untuk memilih jalan, jangan pikirkan belakang, jangan pikirkan jalan lain. Jangan menengok kesebelah jalan orang lain. Tetapkan hati pada jalan pilihan. Jalan terabas yang aku pilih. Semoga ridhoNya, rahmatNya dan karuniaNya selalu bersama menjadi lentera sepanjang jalan terabas yang aku lalui ini. Semoga junjungan kanjeng Nabi tersenyum dengan melihatku memilih jalan terabas ini. Dan semoga ibunda, dan ayahhanda bangga memiliki seorang putra yang memilih jalan terabas ini.

Berfikir Dengan Hati

Hadapi dengan senyuman, jangan beritakan kabar kesedihan namun sebarkanlah kabar-kabar kebahagiaan. Berusaha bijak, di hati sedang dalam kuasa entah tak tahu siapa.

Rencana, visi, misi, angan, dan mimpi, semua adalah bahan bakar sumber dari penyesalan dan kecewa. Karena penyesalan dan kecewa tak lain adalah air mata hati yang suci akibat ketamakkan sebuah khayalan yang diciptakan oleh fikiran.

Disaat rencanamu, mimpimu, dan visimu kau buang lalu kau berjalan tanpa mengetahuai arah, namun engkau terus berjalan, hatimulah yang akan menjadi sebuah pelita menentukan kemana kakimu harus melangkah. Dan engkau tak akan merasakan sakit ketika kerikil menusuk kaki karena itu memang adalah kehendak dari hati.
Cobalah sejenak berfikir dengan fikiranmu, adakah pernah engkau menyesali keberadaan ikan dilautan, adakah kekecewaan dengan langit berwarna biru, terlintaskan kemarahan karena kicauan burung dihutan. Tak ada rencana, tak ada mimpimu akan mereka, sehingga mustahilah ada penyesalan dan kekecewaan dengan keadaan mereka.

Begitu juga dengan hidupmu, penyesalan dan kekecewaan itu muncul karena ada rencana darimu untuk hidupmu. Cobalah buang semua rencana hanyalah pegang satu kata, jangan biarkan waktumu hilang dengan berencana, gunakan sepernano detik setiap umurmu untuk mengerjakan urusanmu, dan segeralah berpindah ke urusan yang lain ketika urusan yang satu selesai.

Biarkan setiap cuil sekecil apapun adegan drama yang kau perankan berjalan spontan. Buang hapus rencanamu gantilah dengan rencana agung dari langit oleh Sang Maha Berencana. Perankan bagianmu seasli mungkin, sealami mungkin, tanpa kau buat-buat karena riak rencana-rencana kerdilmu. Yang perlu kau lakukan adalah hanya memainkan lakon yang kau peroleh, dan jangan sekali-kali kau ikut campur dengan rencanya agung-Nya untukmu dengan rencana-rencana kerdilmu.

Pertanyaan Jenaka Hari Ini

S ejak jenaka membuka mata, bertanya apa yang jenaka mau cari di hari ini. Dimulai ketika jenaka berjalan memandang dunia, mendengar melody cina, mencium wewangi udara.
Jenaka tak mampu merasa apa-apa, jenaka hanya berjalan tanpa bahagia, jenaka diam tanpa sedih gulana, hampir terasa jenaka ini buta rasa.
Sejenak memutar, memandang dunia berputar. Sejenak berbelok arah melihat sebelah. Sejenak merunduk melihat kebawah. Semaikin membuat jenaka bertanya apa yang jenaka mau cari dihari ini. Saat cahaya mulai pergi bersembunyi, tertinggal gelap menyelimuti. Jenaka belum mendapat jawaban pertanyaannya di hari ini. Saat mata jenaka lelah membuka, mencari jawaban pertanyaan hari ini, dipejamkanlah mata jenaka dan masih menyisakan pertanyaan di hari ini, apa yang jenaka cari di hari ini.

Hijrah Dari Kegelapan Menuju Padang Mbulan

J udul artikel ini merupakan gabungan dari kata-kata yang dikarang oleh Cak Emha Ainun Najib. Kata disini sangat mengandung makna mistikus arti, sungguh beliau benar-benar seorang kyai, budayawan, dan sastrawan luar biasa yang saya kagumi.
Sebenarnya dalam artikel ini sedikit saja saya menjelaskan tentang hasil renungan dan taffakur semalam ketika usiaku genap berumur 20 tahun. Dimalam itu saya terus berintrospeksi diri selama usiaku ini. Saya merasa belum bisa apa-apa, belum melakukan apa-apa. Melihat semua orang sudah terbang jauh tinggi, diri ini hanya bisa terpukau melihatnya.
Sabar, kata sabar yang terlintas dalam besitan pikiran.
Sabar merupakan Proses, dan Proses Merupakan Gerakan(Tindakan Menuju Perubahan)
Merenungi setiap makna kata Sabar, Proses, dan Gerakan. Menafsirkan Relasi dari ketiga kata itu.

Menemukan Makna Hidup Harus Disyukuri

H idup perlu disyukuri, itulah kata yang aku temukan disebuah kedai warung cak Wins di daerah kertajaya Surabaya. Ketika selesai menyantap hidangan dan tak sengaja mata memandang sebelah kiri agak jauhan terdapat dua sejoli yang sedang makan berdua.

Entah mengapa aku sangat bahagia melihat mereka, tidak ada rasa iri ingin diposisi mereka, namun merasa ikut bahagia, ikut tersenyum melihat mereka tersenyum, serasa aku juga bisa merasakan kebahagian mereka. Melihat dua sejoli itu sedang bercanda dan tersenyum simpul, sungguh melihat itu aku juga merasa sangat bahagia. Setelah keluar dari kedai makan itu, diriku masih saja heran kenapa aku bisa merasakan ikut berbahagia seperti ini, padahal aku bukan siapa-siapa mereka. Dengan melihat mereka saja aku sudah bersyukur. Dari situ aku mendapatkan sebuah makna, hidup harus disyukuri dan dinikmati. Tidak ada yang susah dalam hidup ini, aku masih bisa makan 3 kali sehari, orang tua masih selalu memenuhi semua kebutuhanku, tapi selalu saja aku sering merasa susah dalam menjalani hidup akhir-akhir ini.
Tapi semenjak kejadian itu, aku berencana tidak akan lagi merasakan susah dalam hidup ini, setiap hembus nafas, setiap kedipan mata, setiap detak jantung. Hal yang pernah terjadi setiap saat diwaktu tertentu ditempat tertentu tidak akan pernah sama, jadi tak ada alasan bagiku lagi untuk merasa bosan ataupun merasa susah. Karena setiap pendengaran, penglihatan, perasaan yang aku rasakan tidak akan pernah terulang, dan itu menjadi indah karenanya.

Setiap alunan musik ditelinga, setiap belaian hembusan angin menerpa, setiap irama alam dan manusia dalam memutar roda, setiap itulah kebahagiaan ada. Tinggal diriku yang dulu buta tak memperhatikan.

Senyum Kejujuran....

S ebelum saya menulis beberapa kalimat ini. Yang menginspirasiku adalah 2 bocah kecil yang menaiki pagar besi rumah. Ketika saya hendak berwudlu, aku melihat teman satu kosku mau menutup pagar kos yang terbuat dari besi, pagar yang dapat digeser karena memiliki roda di bagian bawah. Sebelum dia mau menggeser untuk menutup pagar itu, ada dua bocah yang memohon untuk menaiki pagar itu dan setelah itu barulah menyuruh si kakak tadi mendorong pagar agar mereka bisa menaiki pagar yang menggelinding. Ketika pagar mulai di gerakkan dan menggelinding rodanya, dua bocah tadi tertawa dengan lucu dan lugunya. Seketika aku melihat, aku tersenyum karena melihat kedua bocah itu.

Dari peristiwa itu lalu terbesit dalam pikiranku untuk kembali menjadi anak kecil lagi. Aku membayangkan sewaktu aku masih kecil, sewaktu aku taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Sungguh menyenangkan waktu itu. Semua kejujuran terpancarkan dari seorang bocah. Yang kurasakan waktu itu hanyalah bermain dan aku senang. Tapi terkadang ketika ada orang dewasa melakukan hal-hal yang yang kita belum boleh lakukan, aku merasa ingin cepat menjadi orang dewasa. Dan selalu terbesit keinginan agar cepat besar dan bisa melakukan lebih banyak hal tanpa larangan dari orang-orang. Masih inggat jelas ketika pertama kali aku ingin menyalakan api, ayahku melarang. Terus aku melihat orang-orang lainnya bisa menggunakannya, tapi kenapa aku dilarang. Sungguh ketika kejadian-kejadian seperti itu, ingin sekali aku segera besar dan melakukan hal-hal yang selalu dilarang oleh orang tuaku dengan alasan karena aku anak kecil.



Namun setelah usiaku hampir 20 ini, justru melihat 2 bocah yang berayun di pagar tadi, membuat aku ingin menjadi bocah lagi, aku ingin menaiki sepeda kecilku dan mengayuhnya sekencang-kencangnya dan merasakan setiap dorongan angin yang mengenai wajahku. Disitu aku melihat seyuman anak-anak yang sangat khas, penuh dengan kejujuran.

Tapi memang seperti ini lah hidup ini. Rodanya selalu berputar dan tak akan kembali lagi. Sekarang aku sudah hampir berumur 20. Dan aku memang bisa melakukan hal-hal yang dari dulu ingin aku lakukan sejak anak-anak. Namun perasaan gembira itu malah tidak sebesar sewaktu aku masih kecil, sewaktu aku malah masih dilarang untuk berbuat ini dan itu. Kesalahan yang dulu aku tidak pikirkan sewaktu masih kecil dan ingin cepat menjadi dewasa adalah tanggung jawab. Dulu aku tidak berpikir kalau seiring bertambahnya usia kita semakin banyak tanggung jawab yang akan kita bawa. Ketika dulu kita pulang dan meminta makan dan disediakan, sekarang aku harus mencari nasi sendiri untuk menyuapkan kedalam mulutku. Saat aku melakukan kesalahan, orang tuaku yang sibuk untuk memperbaikinya, akupun tenang-tenang saja. Semua hal bahkan sampai dengan kepentingan diriku sendiri bukan aku yang menanggungnya.
Tapi semenjak mulai semakin banyak tanggung jawab, semakin kita harus mampu berusaha untuk berdiri sendiri, semakin kita memiliki banyak pilihan untuk melakukan hal, semakin susahlah apa yang kita hadapi. Semakin banyak pikiran dalam otak ini. Maka semakin pudarlah senyuman khas anak kecil itu.

SENYUMAN KEJUJURAN

Mukadimah Separoh Catatan

Teman-teman yang bersahabat. Jenar adalah nama milikku, Jenar Effendi. Namaku satu, tubuhku satu, tangan dan kakiku sepasang, namun dalam berbagai keadaan, aku adalah banyak orang dengan berbagai kepribadian. Terkadang diriku menjadi pribadi energik ketika itu menyangkut cita-cita, terkadang aku ingin menjadi dermawan ketika pulang melihat tetanggaku adalah seorang janda dengan dua anak yatim yang terancam putus masa depan. terkadang malah aku ingin menjadi seorang santri ketika aku melihat kehidupan mereka, tenang, tak memiliki beban, karena memiliki kepasrahan dan penyerahan seluruh masa depannya hanya kepada yang Maha Menentukan. Terkadang lagi aku menjadi seorang pengamat, dan pemberi komentar terbaik dalam sebuah babak kehidupan seorang lakon, karena aku belum bisa menjadi lakon yang baik dalam kehidupan jiwaku ini.

Karena banyaknya orang yang terdapat dalam diriku, dengan berbagai kepribadian, rasanya ingin aku ceritakan semuanya pada kamu teman. Namun itu tidak mungkin jika kuceritakan semua, sehingga mungkin hanya separoh saja dari catatan yang akan aku tulis kembali ke dalam blog ini.

Itu sedikit orang yang kuceritakan, sekarang disaat aku menulis mukadimah ini, kusadari aku memiliki sebuah sakit. Sakit yang tak diketahui oleh semua orang bahkan kedua orang tuaku. Aku sudah lama merasakan gejala-gejala ini, namun baru sekarang kepastian aku benar-benar memiliki sakit itu. Aku tidak ingin sakit ini menguasai seluruh hidupku, tapi ketika sakit ini mulai kambuh, aku tak mampu mengendalikan diriku, mengendalikan pikiranku, mengendalikan perilakuku, bahkan sering sampai aku menyakiti diriku sendiri. Jika sakit ini mampu aku amputasi maka meski harus memotong sebagian tubuh ini, aku rela. Aku tak mau ada secuilpun sisa sakit ini yang menempel dalam tubuhku.
Aku ingin sembuh.... sembuh dari sakit ini.

Dan aku sangat menyadari sakitku ini tak ada obatnya. Sehingga aku hanya mampu meminta obat dari yang Maha Pemberi Kesembuhan.