::::::::Catatan Kaki: November 2010::::::::

Catatan Kaki



Secarik catatan kaki yang aku tuliskan akan membawa kembali merenungi hari-hari yang sempat dilalui dengan berbagai macam perasaan

Kali Pertama Menziarahi Pasar Maling

Pengalaman pertama berkunjung ke tempat rakyat, “Pasar Maling” atau lebih kerennya disingkat sarling. Awalnya saya dan dua teman saya berniat jalan-jalan untuk melihat-lihat harga Hp di salah satu Mall di kawasan Surabaya, ya Alhamdulillah kami bertiga dapat beasiswa yang jumlahnya tidak cukup banyak tapi bisalah buat beli Hp baru hehehe. Kami berangkat menuju mall tersebut dan sekitaran jam setengah sembilan malam kami sampai. Salah satu temenku berniat ingin membeli Hp dengan OS Android. Setelah sekitar satu jam berkeliling namun belum menemukan harga yang cocok akhirnya kami memutuskan untuk ndak jadi beli dan ngopi disalah satu daerah di dekat sarling.

Alhasil disana kami tidak jadi ngopi karena banyak pedagang yang menawarkan Hp dengan harga yang luar biasa fantastis, murah bin meriah. Yang normalnya harganya bisa mencapai 7-9 juta disana dijual dengan harga 600 ribu lengkap dengan diskbook. Sempat terkaget-kaget dan kehilangan kemampuan berbicara setelah tahu harganya sekian. Dan akhirnya saya pencet-pencet Hp tersebut memastikan apakah Hp itu masih berfungsi dengan baik atau ndak, dan memang Hpnya dalam kondisi prima. Karena harganya yang sangat tidak wajar, hati ini bingung untuk beli, wes ndak jadi wes akhirnya... ( itulah manusia, repot kemahalan ngak beli, dikasih sangat murah was-was dan akhirnya ndak jadi beli juga ).

Akhirnya kembali ketujuan awal, yakni ngopi hehehe. Dan menujulah kami ke mer, sebuah kawasan didekat kampus STIKOM Surabaya, tempatnya lesehan nyaman, lampunya remang-remang dan yang pasti ndak banyak nyamuk (karena biasanya Surabaya adalah tempat mangkal batalion infantri nyamuk untuk cari asupan nutrisi). Dan tak terasa kami ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon sampai jam setengah satu tengah malam, hihihi ( bukan suara hantu, Cuma karena yang dibicarakan menimbulkan tawa hihihihi). 

Ya itulah pengalaman pertama saya berkunjung menziarahi tempat rakyat, disela-sela bangunan mall-mall megah yang menyisakan sebuah masalah dalam pertumbuhan ekonomi ( bukan pemerataan Ekonomi ) bangsa ini, Bangsa Indonesia.....

Kembali ke Kampung Halaman

Setelah kurang lebih 3,5 bulan saya ndak pulang mengunjungi rumah, padahal hanya butuh waktu 1,5 jam perjalanan akhirnya saya pulang juga. Banyak sekali yang berubah ternyata hanya dalam tempo itu. Sedikit asing namun keramahan akan desa tetap hangat menyapa di setiap burai kata-kata para tetangga. Halaman, buah mangga di depan, ketawa bocah-bocah kecil bermain gundu, membawa memori masa-masa kecilku kembali menyusuri jalanan, sudut gang sawah di samping rumah.

Hal indah yang saya sangat bersyukur pada Tuhan karena terlahir sebagai anak desa adalah anak yang masih bisa menikmati indahnya alam maha karya Tuhan yang tak akan mampu tertandingi oleh rancangan arsitek manapun juga.

Dan diwaktu yang singkat itu pula sebelum saya kembali untuk menjalani rutinitas di luar kota, saya disempatkan oleh Tuhan melihat indahnya makhluk ciptaan-Nya. Mbak “Itu” yang sampai sekarang saya masih mengendap-endap, mencuri-curi pandang, menahan keinginan karena kuatnya kegengsian untuk terus terang bilang, “Mbak maaf saya lupa nama anda, Bolehkah saya minta nomer Hp mbak, atau add Facebooknya mbak lah, biar lebih gampang komunikasinya...!!!!”.

Akhirnya karena kekerdilan nyali saya, Saya hanya membuntuti dia perlahan-lahan yang sedang menaiki sepeda “ontel” terus sampai didepan rumahnya. Oh disitu ternyata rumahnya, rumah sederhana asri nan nyaman. Di hati saya ya lumayan lah, meski masih belum dapat nomer Hp, paling ndak tahu lah kemana jika misal saya hendak menemuinya, hehehe.

Memang, waktu sesingkat apapun di kampung halaman adalah saat-saat yang amat sangat membahagiakan. Entah hanya sekedar melihat pohon mangga dihalaman, menghirup udara desa yang menyegarkan, memandang bocah-bocah berlarian, membuntuti Mbak “itu” dari belakang, dan yang paling nyaman adalah bersama keluarga, tertawa, makan, nonton TV, cerita, melepas semua kerinduan.....


Trowulan

Obat Dosa

Allah menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepadaNya, serta "Allah mencintai orang-orang bertobat dan orang-orang yang bersih" inilah resep tobat yang bernama "PIL PAHIT" perhatikan resep ini jika kamu kerjakan, maka kamu akan mendapat penyembuhan dari Allah. Ambilah akar-akar kemelaratanmu dengan jiwa kesabaran, lalu campurkan dengan bubuk pikiran dan campurkan juga (kadarnya sama) dengan rendah hati dan keikhlasan, kemudian ditumbuk semua dalam lumbung taubat dan dibasahi dengan air mata penyesalan, lalu di tempatkan dalam tempat rendah diri kepada Allah dan dimasak dengan api tawakal kepadaNya. setelah itu aduk dengan sendok istigfar sehingga tampak taufik dan kehormatan diri,kemudian dipindahkan kemangkuk cinta dan dinginkan dengan udara kasih sayang, sesudah disaringkan dengan saringan kesusahan dan ditambah dengan hakikat iman serta campurkan dengan takut kepada Allah. minumlah obat ini selama hidupmu dan hatimu akan sembuh dari segala keluhan dan akan hilang rasa penyakit dosa.

http://www.facebook.com/topic.php?uid=94438400765&topic=15357#!/topic.php?uid=94438400765&topic=15355

Anyel karo awakku dewe

Opo sakjane, ono wong kang pancen diciptakne dadi wong kang ala? Koyoto firaun kang diciptakne dadi wong kang ala dumadi musuh e Nabi Musa. Umpamane ora ana wong koyo Firaun, terus opo kang dadi tugas e Nabi Musa?
Setan makhluk e Gusti Allah, sing mbangkang ora gelem nurut i dawuh,  sujud marang Nabi Adam, yen setan kala kuwi gelem nurut i dawuh e Gusti Allah sujud marang Nabi Adam, terus musuh e wong ning ndonyo iki sopo?

Kula nyuwun ngapunten sakderenge marang Gusti Allah amergi pikiran-pikiran niki tersirat ning awang-awang. Anyel banget karo awakku dewe iki, nyapo kok dadi wong apik kuwi angel tenan?


Mugi-mugi sedoyo saget ngelampahi panguripan niki persis koyo dawuhipun Gusti Allah marang kitab suci Al’Quran lan biso nindakake koyo tuladhane Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Mugi-mugi kita sedoyo terus pikantuk rahmatipun Gusti Allah lan Syafaatipun Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Markembloh pidato "BUKAN GLOBALlSASI, TAPI NEO-SENTRALISASI" Markesot jadi MC

Markembloh didaulat oleh para warga KPMb (Konsorsium Para Mbambung) untuk pidato tentang globalisasi. Markesot bertindak sebagai protokol alias MC, juga moderator kalau nanti terjadi perdebatan.
"Saudara-saudara sekalian. Globalisasi. Apakah globalisasi? Tahukah saudara-saudara apa gerangan globalisasi?"
"Wah, pakai gaya Al-Quran...," seletuk Markedet, "Al-qari'atu mal Qari’ah wa maa adroka mal qori’ah…"
"Mengertikah saudara-saudara apa itu globalisasi?"  Kata Markembloh lagi.
"Tidaaaaak!" jawab anak-anak KPMb serentak
"Jadi untuk apa saya berbicara kepada orang-orang yang tidak mengerti?"
"Mengertiiiii!" jawab mereka lagi.
"Jadi tidak perlulah saya menjelaskan sesuatu kepada orang yang toh sudah mengerti."
"Gendheng "
"Gendheng tapi lak jujur! Gendheng tapi lak gak tahu mbujuki! Gak tahu korupsi! Gak tahu ngramrok! Gak tahu nggusur!..."
Palu diketokkan ke meja keras-keras oleh Markesot. "Gendheng.   Jangan gendheng. Gendheng tak ada gunanya. Gendeng boleh saja, asal ada perlunya."
"Lho itu 'kan lagu Begadang!" teriak anak-anak.
Markesot memukulkan palu lagi. "Markembloh boleh saja gendheng, asal tidak merugikan forum dan tetap disesuaikan dengan era globalisasi. Ayo cepat mulai lagi pidatonya!"
Markembloh mulai lagi.
"Globalisasi, Saudara-saudara!" katanya, "adalah mengumpulkan lombok, brambang, bawang, garam, dan terasi, jadi satu di cowek atau layah, kemudian diuleg sampai campur dan merata semua. Atau, globalisasi adalah menuangkan air panas, gula, kopi campur keringat sedikit, lantas diaduk sampai larut satu sama lain."
"Oooooo...!" anak-anak koor.
"Globalisasi adalah dibukanya pintu-pintu dunia sehingga bulatan kehidupan di muka bumi ini campur menjadi satu. Globalisasi ialah dirobohkannya sekat-sekat yang semula memisahkan suatu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya. Globalisasi adalah berperannya sarana-sarana informasi dan komunikasi sehingga semua manusia di dunia saling bersentuhan, bergaul, mempengaruhi satu sama lain. Take and give. Mengambil dan memberikan. Menerima dan menyodorkan."
"Oooooo...!" koor anak-anak lagi.
"Yang satu take, lainnya tinggal give!"
"Lho, lho, lho, lho...," anak-anak terperangah.
"Yang satu memberikan, lainnya tinggal menerima. Yang satu mempengaruhi, lainnya dipengaruhi. Adil, bukan?"
"Adil dengkulmu mlicet!"
"Sama dengan antara hak dan kewajiban yang dibagi rata. Sekelompok masyarakat memperoleh hak kelompok lainnya mendapatkan kewajiban."
"Lho, lho, lho, lho...."
"Nilai-nilai dari negara kuat, modal kuat, ekonomi kuat, militer kuat, disodorkan kepada yang lemah. Barat mempengaruhi Timur. Utara menentukan Selatan. Atas mengatur Bawah. Pusat menggiring Pinggiran. Film-film Hollywood diputar di TV Surabaya, tapi ludruk dan jaran kepang tak perlu dipertunjukkan di Los Angeles.
"Supermarket, Mc. Donald, Kentucky, Honda, Bellini, dibyuk-kan ke kampung-kampung kita, tapi supaya adil warung pecel, clurit, jajan rondho kemul, bolcino, gledekan, cikar, gludug meduro, tak usah dipopulerkan di Kyoto dan Stockholm.
"Pokoknya yang satu saja yang memberi, lainnya tinggal menerima. Filsafat, ideologi, pola strategi dan arah tujuan pembangunan kita juga harus meniru negara-negara Utara; jangan mereka yang disuruh meniru kita. Pokoknya globalisasi itu edisi berikut dari westernisasi, baju baru dari hegemoni kekuatankekuatan Utara, restorika baru dari keadikuasaan yang menimpa kita semua.
"Mau tidak mau kita harus diperkosa. Lha daripada dan merasa tersiksa,'kanmending menikmati pemerkosaan. Dengan kata lain, Saudara-saudara, yang kita lakukan sekarang ini sesungguhnya bukan globalisasi, melainkan neo-sentralisasi..."

Jeritan Sebutir Debu

Diriku adalah debu, kotoran yang tidak dipandang. Pergi ketempat satu ke tempat lain, tergantung angin membawaku kemana. Kuserahkan angin membawaku pergi, aku hanya bisa menutup mata. Namun angin tak sebaik yang aku kira dia membantingku, melemparku,

menjatuhkanku. Angin hanya menyakitiku namun entah mengapa aku tetap mau saja dipermainkan dikemudikan olehnya. Aku selalu takut untuk melawan berat terpaannya. Padahal banyak debu2 lainnya yang berhasil menahan terpaan dan menceritakan rasa sakit menahan terpaan angin tak sesakit akibat bantingan angin jika kita menurutinya. Aku selalu gagal, gagal beristiqomah

(Jenar Effendi)

Puisi Rindu

akan ke manakah angin melayang
tatkala turun senja nan muram
pada siapa lagu kuangankan
kelam dalam kabut rindu tertahan
datanglah engkau berbaring di sisiku
turun dan berbisik tepat di sampingku
belenggulah seluruh tubuh dan sukmaku
kuingin menjerit dalam pelukanmu
akan kemanakah berarak awan
bagi siapa mata kupejamkan
pecah bulan dalam ombak lautan
dahan-dahan di hati berguguran

(Emha Ainun Nadjib)

Label

Diri Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Saya tidak hanya makhluk Tuhan tetapi juga hamba, budak, pekatiknya Tuhan.

Translate