::::::::Catatan Kaki: Maret 2010::::::::

Catatan Kaki



Secarik catatan kaki yang aku tuliskan akan membawa kembali merenungi hari-hari yang sempat dilalui dengan berbagai macam perasaan

Senyum Kejujuran....

S ebelum saya menulis beberapa kalimat ini. Yang menginspirasiku adalah 2 bocah kecil yang menaiki pagar besi rumah. Ketika saya hendak berwudlu, aku melihat teman satu kosku mau menutup pagar kos yang terbuat dari besi, pagar yang dapat digeser karena memiliki roda di bagian bawah. Sebelum dia mau menggeser untuk menutup pagar itu, ada dua bocah yang memohon untuk menaiki pagar itu dan setelah itu barulah menyuruh si kakak tadi mendorong pagar agar mereka bisa menaiki pagar yang menggelinding. Ketika pagar mulai di gerakkan dan menggelinding rodanya, dua bocah tadi tertawa dengan lucu dan lugunya. Seketika aku melihat, aku tersenyum karena melihat kedua bocah itu.

Dari peristiwa itu lalu terbesit dalam pikiranku untuk kembali menjadi anak kecil lagi. Aku membayangkan sewaktu aku masih kecil, sewaktu aku taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Sungguh menyenangkan waktu itu. Semua kejujuran terpancarkan dari seorang bocah. Yang kurasakan waktu itu hanyalah bermain dan aku senang. Tapi terkadang ketika ada orang dewasa melakukan hal-hal yang yang kita belum boleh lakukan, aku merasa ingin cepat menjadi orang dewasa. Dan selalu terbesit keinginan agar cepat besar dan bisa melakukan lebih banyak hal tanpa larangan dari orang-orang. Masih inggat jelas ketika pertama kali aku ingin menyalakan api, ayahku melarang. Terus aku melihat orang-orang lainnya bisa menggunakannya, tapi kenapa aku dilarang. Sungguh ketika kejadian-kejadian seperti itu, ingin sekali aku segera besar dan melakukan hal-hal yang selalu dilarang oleh orang tuaku dengan alasan karena aku anak kecil.



Namun setelah usiaku hampir 20 ini, justru melihat 2 bocah yang berayun di pagar tadi, membuat aku ingin menjadi bocah lagi, aku ingin menaiki sepeda kecilku dan mengayuhnya sekencang-kencangnya dan merasakan setiap dorongan angin yang mengenai wajahku. Disitu aku melihat seyuman anak-anak yang sangat khas, penuh dengan kejujuran.

Tapi memang seperti ini lah hidup ini. Rodanya selalu berputar dan tak akan kembali lagi. Sekarang aku sudah hampir berumur 20. Dan aku memang bisa melakukan hal-hal yang dari dulu ingin aku lakukan sejak anak-anak. Namun perasaan gembira itu malah tidak sebesar sewaktu aku masih kecil, sewaktu aku malah masih dilarang untuk berbuat ini dan itu. Kesalahan yang dulu aku tidak pikirkan sewaktu masih kecil dan ingin cepat menjadi dewasa adalah tanggung jawab. Dulu aku tidak berpikir kalau seiring bertambahnya usia kita semakin banyak tanggung jawab yang akan kita bawa. Ketika dulu kita pulang dan meminta makan dan disediakan, sekarang aku harus mencari nasi sendiri untuk menyuapkan kedalam mulutku. Saat aku melakukan kesalahan, orang tuaku yang sibuk untuk memperbaikinya, akupun tenang-tenang saja. Semua hal bahkan sampai dengan kepentingan diriku sendiri bukan aku yang menanggungnya.
Tapi semenjak mulai semakin banyak tanggung jawab, semakin kita harus mampu berusaha untuk berdiri sendiri, semakin kita memiliki banyak pilihan untuk melakukan hal, semakin susahlah apa yang kita hadapi. Semakin banyak pikiran dalam otak ini. Maka semakin pudarlah senyuman khas anak kecil itu.

SENYUMAN KEJUJURAN

Mukadimah Separoh Catatan

Teman-teman yang bersahabat. Jenar adalah nama milikku, Jenar Effendi. Namaku satu, tubuhku satu, tangan dan kakiku sepasang, namun dalam berbagai keadaan, aku adalah banyak orang dengan berbagai kepribadian. Terkadang diriku menjadi pribadi energik ketika itu menyangkut cita-cita, terkadang aku ingin menjadi dermawan ketika pulang melihat tetanggaku adalah seorang janda dengan dua anak yatim yang terancam putus masa depan. terkadang malah aku ingin menjadi seorang santri ketika aku melihat kehidupan mereka, tenang, tak memiliki beban, karena memiliki kepasrahan dan penyerahan seluruh masa depannya hanya kepada yang Maha Menentukan. Terkadang lagi aku menjadi seorang pengamat, dan pemberi komentar terbaik dalam sebuah babak kehidupan seorang lakon, karena aku belum bisa menjadi lakon yang baik dalam kehidupan jiwaku ini.

Karena banyaknya orang yang terdapat dalam diriku, dengan berbagai kepribadian, rasanya ingin aku ceritakan semuanya pada kamu teman. Namun itu tidak mungkin jika kuceritakan semua, sehingga mungkin hanya separoh saja dari catatan yang akan aku tulis kembali ke dalam blog ini.

Itu sedikit orang yang kuceritakan, sekarang disaat aku menulis mukadimah ini, kusadari aku memiliki sebuah sakit. Sakit yang tak diketahui oleh semua orang bahkan kedua orang tuaku. Aku sudah lama merasakan gejala-gejala ini, namun baru sekarang kepastian aku benar-benar memiliki sakit itu. Aku tidak ingin sakit ini menguasai seluruh hidupku, tapi ketika sakit ini mulai kambuh, aku tak mampu mengendalikan diriku, mengendalikan pikiranku, mengendalikan perilakuku, bahkan sering sampai aku menyakiti diriku sendiri. Jika sakit ini mampu aku amputasi maka meski harus memotong sebagian tubuh ini, aku rela. Aku tak mau ada secuilpun sisa sakit ini yang menempel dalam tubuhku.
Aku ingin sembuh.... sembuh dari sakit ini.

Dan aku sangat menyadari sakitku ini tak ada obatnya. Sehingga aku hanya mampu meminta obat dari yang Maha Pemberi Kesembuhan.

Label

Diri Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Saya tidak hanya makhluk Tuhan tetapi juga hamba, budak, pekatiknya Tuhan.

Translate